No products in the cart.
Menguatkan Generasi: Peran Keluarga dan Masyarakat dalam Mencegah Stunting

Pendahuluan
Stunting masih menjadi tantangan besar bagi Indonesia. Data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022 mencatat angka stunting berada di 21,6%, meski mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Stunting bukan sekadar masalah tinggi badan yang pendek, melainkan kondisi gagal tumbuh akibat kekurangan gizi kronis yang berdampak pada perkembangan otak, kesehatan, bahkan produktivitas di masa depan.
Pencegahan stunting tidak bisa hanya mengandalkan program pemerintah. Keluarga dan masyarakat memiliki peran sentral, karena faktor penyebab stunting banyak bersumber dari pola asuh, perilaku hidup, hingga lingkungan sekitar. Dalam artikel ini, kita akan membahas bagaimana keluarga dan masyarakat bisa menjadi benteng pertama dalam mencegah stunting.
Stunting: Lebih dari Sekadar Tubuh Pendek
Menurut WHO, stunting terjadi ketika anak berusia di bawah lima tahun memiliki tinggi badan yang lebih rendah dari standar pertumbuhan normal akibat kekurangan gizi kronis. Kondisi ini biasanya mulai terbentuk sejak 1.000 hari pertama kehidupan (HPK), yaitu sejak masa kehamilan hingga anak berusia 2 tahun.
Dampak stunting sangat luas, antara lain:
- Kognitif: perkembangan otak terhambat, anak sulit konsentrasi, prestasi akademik rendah.
- Kesehatan: daya tahan tubuh lemah, mudah sakit.
- Ekonomi: ketika dewasa, produktivitas menurun, berisiko menambah lingkaran kemiskinan.
Allah SWT telah mengingatkan dalam Al-Qur’an tentang pentingnya menjaga amanah anak:
“Janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu.” (QS. Al-Isra: 31)
Ayat ini mengandung makna bahwa orang tua harus menjaga kualitas hidup anak, termasuk memberi asupan gizi yang layak.
Peran Keluarga dalam Mencegah Stunting
1. Peran Ibu
Ibu adalah sosok kunci dalam pencegahan stunting. Mulai dari masa kehamilan, ibu hamil wajib menjaga asupan gizi dengan makanan kaya protein hewani, sayuran, buah, dan cukup air. Setelah melahirkan, ibu berperan besar dalam memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan dan melanjutkan dengan MP-ASI bergizi seimbang.
Selain itu, pola asuh ibu juga penting. Anak yang mendapatkan stimulasi kasih sayang, interaksi, dan permainan edukatif akan tumbuh lebih sehat, baik fisik maupun mental.
2. Peran Ayah
Banyak yang mengira stunting hanya urusan ibu, padahal ayah juga memiliki peran vital. Ayah bertanggung jawab mendukung kebutuhan gizi keluarga, memberikan dukungan emosional kepada ibu, serta memastikan lingkungan rumah sehat dan layak huni.
Ayah juga perlu terlibat dalam perawatan anak, mulai dari menemani ke posyandu, ikut mengawasi pola makan, hingga membangun kebiasaan hidup sehat dalam keluarga.
3. Peran Keluarga Besar
Keluarga besar (kakek, nenek, paman, bibi) seringkali memiliki pengaruh besar dalam pola asuh. Sayangnya, masih banyak praktik yang salah seperti memberikan makanan instan terlalu dini. Edukasi bagi seluruh anggota keluarga sangat penting agar pola makan anak tidak salah sejak dini.
Peran Masyarakat dalam Mencegah Stunting
1. Kader Posyandu
Kader posyandu adalah ujung tombak di lapangan. Mereka membantu memantau tumbuh kembang anak melalui penimbangan rutin, edukasi gizi, serta memberikan penyuluhan bagi ibu hamil dan menyusui.
Dengan posyandu yang aktif, masyarakat dapat segera mengetahui jika ada anak dengan risiko stunting, sehingga intervensi bisa dilakukan sejak dini.
2. Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat
Tokoh agama memiliki peran strategis dalam memberikan pemahaman berbasis nilai keagamaan tentang pentingnya menjaga gizi anak. Dengan pendekatan spiritual, pesan kesehatan akan lebih mudah diterima.
Tokoh masyarakat juga bisa menggerakkan warga untuk bersama-sama menciptakan lingkungan sehat, seperti gotong royong membersihkan lingkungan, menyediakan air bersih, hingga mendukung program pangan bergizi.
3. Lingkungan dan Komunitas
Lingkungan yang sehat, bebas sampah, serta memiliki akses air bersih sangat berpengaruh dalam mencegah stunting. Komunitas bisa membentuk kelompok peduli gizi, mengadakan pelatihan memasak sehat, atau mendirikan kebun gizi untuk menambah asupan sayur dan buah.
Sinergi Keluarga dan Masyarakat
Pencegahan stunting hanya bisa berhasil jika keluarga dan masyarakat bersinergi. Contohnya:
- Ibu memberikan MP-ASI sehat, masyarakat mendukung dengan menyediakan pangan bergizi murah.
- Kader posyandu memantau pertumbuhan anak, ayah aktif mengajak keluarga rutin ke posyandu.
- Komunitas menyediakan lingkungan sehat, keluarga menjaga pola hidup bersih di rumah.
Rasulullah SAW bersabda:
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari-Muslim)
Hadis ini menegaskan bahwa setiap orang baik ayah, ibu, maupun masyarakat bertanggung jawab atas generasi yang tumbuh di bawah pengawasannya.
Tantangan dalam Pencegahan Stunting
Meskipun banyak upaya telah dilakukan, masih ada berbagai tantangan di lapangan:
- Kurangnya kesadaran orang tua tentang pentingnya gizi seimbang.
- Kemiskinan yang membuat keluarga sulit membeli makanan bergizi.
- Budaya salah kaprah, seperti pemberian makanan padat sebelum usia 6 bulan.
- Akses terbatas ke air bersih dan sanitasi.
Tantangan ini hanya bisa diatasi dengan pendekatan holistik: edukasi, ekonomi, kesehatan, dan budaya.
Kesimpulan
Stunting bukan hanya masalah kesehatan, melainkan masalah masa depan bangsa. Pencegahannya membutuhkan peran keluarga, masyarakat, dan lingkungan yang saling mendukung.
- Keluarga harus memastikan asupan gizi dan pola asuh yang tepat.
- Masyarakat berperan dalam membangun lingkungan sehat, mendukung posyandu, dan memberi edukasi.
- Sinergi keduanya menjadi kunci untuk mencetak generasi emas Indonesia yang sehat, cerdas, dan berkualitas.
Seperti pepatah Afrika yang populer: “It takes a village to raise a child” dibutuhkan seluruh desa untuk membesarkan seorang anak. Demikian pula, untuk mencegah stunting dibutuhkan kerja sama seluruh elemen masyarakat.